Pada hati yang telah gugur layaknya kelopak bunga yang tersapu angin. Akan ada pada masa dimana ia akan menjatuhkan bibitnya dan tumbuh bersama orang yang tepat. Kemudian orang itu akan merawatmu dan ikut andil menjadi bagian dalam tumbuh kembangmu.
Dan hatimu akan kembali terjatuh tanpa 'karena' tak ada pilihan lain selain dirimu, kembali menjatuhkan hati untuk orang yang dianggap tepat. Meski logika selalu bertengkar dengan hati, bahwa resiko terbesar dalam jatuh cinta ialah terjerembab pada dasar nestapa.
ALGORITMA HADIRMU
Bab IPernahkah dirimu turut serta dalam sebuah rotasi kehidupan yang begitu teratur, melakukan banyak hal dan membuatnya seakan, berseragam dengan yang lainnya. Berharap lupa akan luka dengan menjalani sebuah kegiatan, namun. Dirimu tetap merasakan satu hal yang kurang? Selayaknya sebuah kepingan puzzle yang belum kau temukan untuk melengkapi hidupmu.
Jagat raya, sebelum kau hadir. Bergerak selayaknya konstalasi yang sistematis, mengurai kandungan stagnansi diantara konservatif. Aku, tidak pernah tahu caranya bersyukur atas mentari yang membakar atmosfir bumi hingga tercipta sebuah lembayung senja dengan warna merahnya. Aku, seolah kehilangan indra penciumanku kala hujan datang memburai debu pada jalan raya. Dan, aku tak bisa mengerti. Dimana makna indah sebuah larik-larik puisi yang di bacakan para suastra.
Malamku yang jelaga hanya terisi oleh sekumpulan tugas yang harus di bagi dengan jam tidur. Dan pagiku hanyalah sekumpulan repetisi yang tertelan oleh logika. Hidup ini terlalu membosankan. Hingga, aku teringat akan sebuah bait yang pernah di bacakan pujangga.
"Bahwa bintang bernyawa, dan hutanpun bernafas, dan selayaknya manusia yang di ciptakan untuk hidup pada bumi, kita cukup mampu untuk melakukan hal lain, selain rutinitas harian"
Akupun menyadari semua itu, bahwa manusia dan manusia lainnya sudah terkoneksi. Dan sebuah cinta hadir sebagai pelengkap dalam sebuah perjalanan yang memacu agar kita tetap dapat melangkah.
Kemudian, kaupun hadir.
Kau, menjadi seseorang yang mampu memecahkan dimensiku. Dengan, cara yang sederhana dirimu mengajarkanku banyak hal, bahwa manusia harus banyak mensyukuri segala sesuatu yang cepat ataupun lambat akan segera berakhir.
Kini, izinkanlah aku untuk menceritakan sedikit kisah tentangmu. Meski, sulit bagiku untuk mengetahui apakah dirimu akan meluangkan waktu membacanya. Atau, malah kau hapus dan tinggalkan memudar pada tempat sampah ponselmu.
Sekali lagi, izinkanlah aku membingkai kenangan sederhana. Agar, kau tidak lupa adanya suatu pertemuan maka akan ada juga sebuah perpisahan. Malam yang dulu pernah dipenuhi senyum, waktu senja pernah terciptakan bait demi bait puisi tanpa rencana. Hujan, pernah mengantarkan kehangatan, tanganku di dalam tanganmu, langkahku, menuntun langkahmu.
Pada sebuah pertemuan yang berujung perpisahan, kita pernah saling menguatkan, mencoba mempersatukan sebuah perbedaan. Meski, akhirnya harus saling merelakan, dan kala perjumpaan dan selamat tinggal. Aku dan kamu pernah menjadi kita.
TABIR PERJUMPAAN
Bab IIBumi tengah di hujami jutaan air dari pusat semesta, dan hidupku kini telah di takdirkan untuk berubah selamanya.
Sepasang mata coklat itu tampak berbinar, tatapan itu mampu menembus benteng hatiku dengan caranya yang sederhana. Ku diamkan tanganku pada jabatanmu. Aku khayalkan tanganku di genggam olehmu selamanya. Segala hal tentangmu mampu memporak-porandakan pusat semestaku dengan cara yang membabi-buta dan membuat hatiku harus kembali runtuh bersama artefak masalalu.
Meski, perjumpaan kita terlihat begitu sederhana. Tidak sedramatis kisah-kisah pada film Box Office. Meski begitu, kau tetaplah wanita yang istimewa. Melebihi apa yang pernah di lukiskan seniman pada sebuah karya indahnya.
Bahkan, aku kini memikirkan, apa kau bukan manusia biasa? Mungkin, kau adalah malaikat yang di turunkan bersama lusinan bom atom dan meledakan imajinasiku.
Janganlah, lantas bergegas untuk pergi. Aku tak ingin kembali pada rutinitas harian yang membosankan, lalu berlama-lama menatap fotomu dari layar ponsel. Kau terlalu indah untuk ku biarkan berkeliaran di timeline.
Duduklah di sebelahku, hingga kita sampai pada ujung zaman, bila perlu. Dasar, logika kini telah mati, ayo, ajukanlah sebuah pertanyaan pada jantungku yang mungkin mampu kau dengar debarannya.
Kini, perlahan aku mulai tengelam dalam senyumanmu. Meski akupun mengerti bahwa senyummu itu hanyalah basa-basi normatif. Bersamaan waktu yang kini menghabiskan detik dan menuju ke menit. Tumbuh harapan dalam hatiku. Berharap, kelak dapat ku jumpai senyumanmu tanpa harus berbasa-basi. Dan, jika tak berlebihan, akulah orang yang akan membuatmu tersenyum, sesungguhan.
Kau pamit undur, menyisakan wangi yang pekat berhembus ke udara. Tanpa, tanggung jawab. Kau perlahan pergi meninggalkanku yang sedang termabuk.
Jika kasmaran adalah narkotika, maka dirimulah bandarnya. Sedangkan, aku? Ya, aku adalah pecandu yang rela mengadaikan jiwa untuk dapat kembali menatap sepasang mata indahmu.
BUNGA DI TANAH TANDUS
Bab IIIPerjumpaan kita, kala itu. Aku harap segalanya kembali pada hari yang normal. Kau yang telah kembali pada langit, sedangkan aku kembali menerobos rutinitas harianku di bumi. Hidup yang selama ini aku jalani, telah membuatku tenang, aku tak ingin satu perjumpaan dengan sosokmu menjadi sebuah efek kupu-kupu yang akhirnya akan merusak semua rencanaku.
Apakah kau percaya? Bahwa aku telah memulai banyak kisah asmara, dan efek patah hati yang di timbulkan sangatlah tak enak di rasa.
Aku tidak membutuhkan drama layaknya film Korea saat ini.
Namun, sialnya. Sebuah kalimat "haii, apa kabar?" setelah seminggu berlalu kala perjumpaan pertama kita kembali membuyarkan fokusku.
Mati-matiian aku mendengarkan kata hatiku bahwa mengenal dirimu adalah euforia sesaat, yang akan kembali menghilang dalam hitungan jam. Sepenuh hatiku berharap, setengah hati dirimu, kau menyeretku menjadi budakmu. Logika mengejekku. "Makan itu, cinta!"
Perasaan selalu dapat bersemi pada tanah yang tandus, bahkan tempat yang terlihat asing sekalipun. Manusia takan pernah menduga kapan perasaan itu akan landas, lantas kandas pada sebuah alur cerita kelaraan. Pada dasarnya rasa yang timbul dari atas dasar kenyamanan akan selalu mengendap-endap pada sel darahmu ia berjalan perlahan hingga akhirnya kau jumpai dirinya di dalam relung hatimu.
Perasaan itu laksana bom waktu, yang bisa kapan saja meledakan jantungmu. Lalu, meninggalkan dirimu bersama air mata dan kenangannya yang berpengal-pengal.
Sekali lagi, akupun menjadi korban dari sebuah kerinduan yang terpenjara oleh wangimu. Hanya, bisa memimpikanmu kala malam dan memujimu kala senja. Kau terlalu mahal untuk dapat di bingkai. Apakah, harus. Aku menjadi seorang penjahat? Yang akan mencurimu, karena tak rela orang lain menikmati keindahanmu?
Seorang teman, menepuk bahuku. Lantas, aku tersadar dalam lamunanku. "Aku bukan anak kecil, dan kau bukanlah mainan. Hatimu, bukan untuk aku curi, melainkan untuk aku minta baik-baik"
Sebuah kalimat "haii, apa kabar?" Yang kau ketik dengan jemarimu, dapat membuatku susah untuk move on. Lantas, akupun mulai intens berbalas pesan singkat denganmu. Bahkan, setelah "haii, apa kabar?" kini mulai berganti dengan jutaan perhatian klise "jangan, lupa makan" dan "selamat tidur" pada kolom chat kita, aku berusaha terfokus pada setiap kalimat yang kau kirimkan. Adakah, sebuah kode yang tersirat dalam kolom chat kita.
Malam ini, aku tak bisa lagi untuk mengelak, aku yang yakin bahwa hatiku sudah di bawa oleh jiwamu, menjadi sebuah hak milik untuk kau jaga, atau mungkin kau hempaskan bersama jutaan residu kembang api. Tapi, dapatkah aku tak terlalu memikirkan hal yang sebenarnya belum pernah di coba.
Saat ini, yang terpenting adalah mencoba berbagai strategi agar posisi kita seimbang. Akupun mencoba untuk menggapai hatimu meski sejauh langit sekalipun.
Bagi diriku, engkau adalah pusat semesta yang telah menjadi setengah bagian perjalananku.
LABIRIN KEHAMPAAN
Bab IVUntukmu, seseorang yang mampu memberi kehangatan. Kehangatanmu mampu mencairkan hati yang telah membeku. Hati, yang sempat di dinginkan oleh sebuah luka pada masa lalu.
Apa kau tahu? Menyusun puing di antara reruntuhan kisah lama tanpa harus memikirkan sebab dan akibat, adalah sebuah ilusi yang menenangkan.
Jadi, janganlah menitipkan sesuatu kepadaku yang belum tentu dapat kau jaga. Meski mungkin, pengharapan darimu hanyalah pengharapan dariku semata.
Jangan pernah memberi perhatian, bila kaupun tak dapat memberi kepastian. Jangan pernah mencoba untuk memikat, bila kau tak berniat mengikat. Dunia ini begitu singkat, kau dan aku adalah sepasang yang kini sedang berdiri pada tepian keangkuhan.
Kau seperti pencuri, yang masuk ke dalam relung hati tanpa permisi, berniat untuk mencuri hati yang mulai busuk. Kau pun singgah dalam mimpi malamku. Mantra apa yang kau gunakan hingga aku bisa menggilaimu seperti ini? Senjata macam apa yang kau gunakan, sehingga benteng pertahananku tak sekuat dulu?
Haruskah aku menyerah di dekapanmu?
Atau, haruskah aku pura-pura tangguh?
Apa mesti ku usir dirimu?
Atau, ku biarkan saja dirimu menetap?
Jika, kau ingin menetap, maka menetaplah jangan seperti 'tanda tanya' tapi menetaplah sebagai 'titik' dari sebuah akhir perjalanan. Kau jernih diantara buram, nyata diantara nanar, izinkanlah aku merengkuh dirimu dalam aliran pembuluh darahku hingga akhirnya menetap di dalam jantungku. Agar dapat kau rasakan debaran jantungku kala ada kau di hadapanku.
Karena, aku ingin hatiku dan hatimu saling memberi arti, berkongsi, berkonspirasi berkomplot, hingga akhirnya berkolaborasi.
Karena, aku yang egois ini hanya ingin kau menjadi milikku seorang.
REPETISI WAKTU
Bab VPagi kembali menyambutku dengan cahaya fajar pada sudut ufuk dan nyanyian gembira burung yang bertengger pada batang pohon. Hari yang telah berganti, waktu yang telah terlewat, tahun yang semakin menua, namun, masih dengan perasaan yang sama.
Masih, menunggu sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponselku. Sekedar 'selamat pagi' akan menjadi dua kalimat terhebat dalam mengawali pagi hariku. Ternyata tidak ada.
Buku, yang tergeletak di samping ranjang kamar tidurku sudah hampir tiba pada penghujung halaman. Kata mereka, hidup ini harus seperti membaca buku. Kita, takan pernah bisa melanjut pada halaman berikutnya jika terus berpaku pada halaman sebelumnya.
Entah. Kenapa, hidupku berjalan seperti pemutar musik, yang sudah ribuan kali di putar tanpa pernah merasakan bosan ku nikmati kesenduannya.
Lagi dan lagi sebuah ruang imaji terbentuk pada sudut dimensi, ia menertawakanku yang terperangkap oleh wangimu yang berpengal-pengal. Sementara realitas? Kita berdua adalah orang yang sibuk berlarian.
Aku sibuk mengejarmu, sedangkan kau sibuk menghindariku.
Tenang, aku tak menyerah, aku menikmati prosesnya.
Kini, pagi perlahan tapi pasti mulai meninggalkan kehangatannya kemudian berganti rupa menjadi malam yang jelaga. Karya esai kini seakan tak lagi membosankan. Semenjak kau kembali hadir dalam pusat semestaku.
Mata coklatmu, yang berbinar. Berkolaborasi dengan senyuman indah. Tak pernah gagal membuat jagat rayaku meledak-ledak menjadi jutaan kembang api. Sementara, ucapanmu yang terkesan dingin adalah sebuah residu dari jutaan kembang api yang mampu menghanguskan bumiku menjadi jelaga.
Lagi dan lagi, aku kembali menantimu seperti merindukan sebuah cahaya, tak pernah lelah meski langkah telah melemah. Entah, kenapa hatiku selalu yakin, kaulah orangnya.
Gemintang dengan lantang menyemangatiku, terlalu jauh untuk dapat ku jangkau sorak sorainya. Disini, begitu sunyi.
Sekali lagi hatiku kembali berkata, kau akan datang. Apa kau tahu? Kita sama-sama seorang pemimpi. Kau mengejar impian, dirinya. Sedangkan aku menunggu impianku, dirimu.
Entah, kenapa hatiku berbisik kau pantas untuk semua pengorbanan.
BUKAN MENGAGUMI, TAPI MENCINTAI
Bab VIPada time lime media sosial akhir-akhir ini sering membuat hastag 'jadilah diri sendiri' santar terdengar begitu klise bukan? Apakah seseorang dapat menjadi diri sendiri? Bukankah manusia dapat mengetahui berbagai hal karena hasil kolektif dari lingkungan sekitar? Jika boleh ku ganti kalimatnya menjadi 'jangan berusaha jadi keren, berusaha saja menjadi jujur' sebab, banyak sekali orang yang merasa dirinya paling keren dengan cara mengikuti sekitarnya dan tampak berseragam bagai cover dalam sebuah majalah masa kini. Tapi, untuk menjadi jujur tampak begitu sulit. Setidaknya, jujur kepada diri sendiri, melakukan hal yang di sukai oleh hati nurani, meski harus di hina oleh orang lain.
Sedikit banyak manusia, begitu takut untuk dihina. Terkadang, kita melupakan sejarah dimana para tokoh pada jaman itu menghadapi persoalan yang sama, sebelum namanya termaktub dalam buku sejarah. Jadi, jangan pernah takut untuk berbuat jujur, jangan pernah takut untuk berenang melawan arus. Hanya, karena tak ada yang setuju dengan pendapat yang dirimu ucapkan. Bukan, berarti pendapatmu salah.
Ketika melihat seseorang membeli sepatu baru keluaran terkini, dan kau tetap dengan kets belel, tak perlu meminta mereka untuk mengerti. Ketika kebanyakan orang dapat menghabiskan waktunya berjam-jam di dunia maya, dan kau tak betah berlama-lama dengan ponsel. Tak perlu juga, meminta mereka untuk mengerti. Ketika orang lain melakukan segala hal untuk dapat disukai. Kau melakukan sesuatu karena kau menyukainya.
Tak perlu repot, untuk menjadi orang lain ataupun membuatnya terlihat berseragam, manusia itu beragam dan Tuhan menciptakan kita dengan keunikannya masing-masing.
Sudah terlalu banyak manusia yang sama seperti kebanyakan manusia.
Dirimu hanya ada satu di alam semesta, lebih baik di benci karena lidah berkata jujur, daripada di sukai karena lidah menjilat.
Orang yang mengagumi akan pergi setelah tak lagi sesuai dengan imajinasinya. Tapi, orang yang mencintaimu akan tetap tinggal betapa buruknya dirimu. Dan, ia akan menerimamu tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain.
TERHEMPAS REALITAS
Bab VIKembali pada hari yang lain, ketika. Aku kira hanya untukku dirimu, namun, realita seakan berkata lain, kau terbagi kesegala titik buta. Seakan, memberi angin surga bagi kawanan para pemangsa.
Masih, kurangkah telinga ini mendengar keluh kesah keseharianmu? Belum cukupkah waktuku untuk membalas segala aduanmu? Jika kau merasakan aku adalah aspirin ketenanganmu, lantas kenapa dirinya yang mampu memenangkanmu?
Kau begitu rapih, menyembunyikan kehadiran orang itu di balik selimutmu, akupun tak menyadarinya ketika ia datang, siapakah gerangan dirinya?
Mungkin, selama aku berharap kau dengan dirinya tengah asik bermalam mingguan, saat aku terbuai dengan kalimat singkat yang kau kirimkan lewat ponsel, mungkin saja kalian sedang bergandengan tangan.
Saat aku hendak mencari sebuah solusi dalam masalahmu, sudah ada dirinya yang menjadi ksatria berkuda putih untukmu. 'Luar Biasa'
Apa kau tahu? Gugur sebelum bersemi adalah hal yang paling menyakitkan.
Hari ini, kembali lagi harus kupakai topeng berwajah senyumku. Sedang kan perasaanku untukmu. Kembali ku simpan sebagai kelaraan.
Selamat Untukmu.
Kau bagai seseorang yang memakai jubah api, karena panasmu, membuatku hangus menjadi arang. Sembari, aku yang perlahan menjadi arang. Puaskah kau membumi hanguskan perasaanku menjadi abu?
Apa kau tahu? Sebenar-benarnya cemburu yang paling menyakitkan adalah cemburu kepada orang yang tak peduli akan perasaanmu.
Ini bukan sepenuhnya salahmu, aku adalah orang paling pengecut yang tak pernah berani untuk menjatuhkan hati di sebelahmu, dan selalu bibir ini kelu, ketika ingin membicarakan hal yang sepatutnya kau ketahui.
Selamat untukmu, dengan penuh kemunafikan. Padahal dalam diam ku doakan kekasihmu mati saja.
Kau kembali tersenyum, mata coklatmu berbinar, entah lugu atau kau pura-pura tak mengetahui apa yang selama ini aku pendam. Aku mencoba melambaikan tangan untuk keluar dari kubangan lumpur hatimu, sedangkan tanganmu seakan menarikku untuk tetap tinggal.
Dengan begitu banyak teori terselubung, tetap aku susupi keseharianmu dengan pengharapan, berharap secercah harapan akan mampu hadir meski di dalam ruangan gelap.
Aku kembali mengalah, aku mengalah karena aku percaya, jika kau memang tercipta untukku, sejauh apapun kakimu membawamu lari, jalan yang kau tempuh akan membawamu kembali kepadaku.
JIKA AKU MAMPU
BAB VIIAndai waktu itu aku mampu. Pasti sudah ku kejar arah langkahmu agar kita dapat berjalan seirama. Inginku menghiasi hari-harimu yang muram dengan penuh khiasan senyuman.
Aku yang pernah menemani dirimu saat hatimu di rundung kesedihan, andai saja saat itu aku jadi seseorang yang pantas untuk kau sandingkan.
Jika, waktu dapat di putar kembali, aku akan mengaturnya agar tak berjumpa dengan sosokmu. Jika saja, aku mampu sudah ku lupakan dirimu dan menjalani hari-hariku tanpa harus memikirkanmu. Andai, aku mampu sudah ku bakar hatiku yang selalu berlari ke arahmu. Jika rasa dapat berubah sudah ku minta ia untuk segera berhenti merasakanmu.
Semua seakan sia-sia. Karena, aku mampu melihatmu dari kejauhan tanpa pernah berhenti mendoakanmu. Aku juga mampu jadi rumah untukmu, disaat nanti kau akan kembali pulang dari petualanganmu.
Kini, aku merindukanmu tanpa tahu waktu, tanpa adanya alasan, karena untukmu. Aku, mampu dan dirimu pantas untuk sebuah pengorbanan.
MENCINTAIMU, ADALAH KEIKHLASAN
BAB VIIIHai, aku memang tak begitu mengenal dirimu, bahkan saling bertatapan saja tak pernah sedikitpun. Namun, dengan hati yang lapang dan jiwa yang besar, aku ucapkan untukmu. Selamat, karena hatimu telah menemukan sosoknya.
Hatimu, yang selalu aku harapkan untuk dapat bersanding dengan hatiku, dirimu yang selalu ku idamkan secara diam-diam, keseharianmu yang selalu aku susupi dengan doa-doaku. Dan, hati yang ternyata tak mendambatkan pilihannya terhadapku.
Sejak aku mengetahui ia mampu menjadi sosok kesatria dalam harimu yang muram dan mampu menjadi pangeran pengantar tidurmu. Sejak saat itu pula harapanku runtuh, aku selalu mencoba untuk tidak terlarut dalam lantunan patah hati yang memilukan, meski begitu aku sadar betul bahwa rasa sayang yang besar, tak akan mempermasalahkan bila tak terbalas. Meski begitu berat, dengan hati yang rela aku melepasnya untuk kau jaga.
Kini malamku tak lagi berisi dengan mendoakan dirimu, tapi untuk kalian. Semoga kalian saling menjaga hingga apa yang kalian rencanakan dapat tercapai di kemudian hari.
Usah, memikirkan aku dan perasaanku. Sudahlah cukup, hingga hari ini aku masih mampu bernafas, semua hariku masih sama hanya saja tidak dengan impianku. Ternyata, selain jatuh cinta secara diam-diam, aku lupa bahwa resiko terbesar jatuh cinta adalah terjerembab pada dasar nestapa.
Hatiku sudah cukup patah, impianku telah memudar bersama repetisi yang jelaga, tak mudah bagiku untuk mencari arah langkah yang baru. Aku lebih memilih untuk berputar balik sambil terus berlalu.